Makanan yang enak dan bergizi masih menjadi barang mahal bagi sebagian besar
orang di dunia. Ironisnya, banyak orang justru mengalami kelebihan porsi makanan
setiap hari hingga terbuang sia-sia. Belum lagi, rantai pasok pengolahan makanan
pun kerap mengakibatkan pemborosan sampah.
Membuang-buang makanan tak hanya menunjukkan kurangnya empati bagi
sesama, tetapi juga berdampak buruk lingkungan. Sampah organik menjadi salah
satu penyumbang emisi karbon yang menggerogoti bumi.
Digitalisasi rantai pasok
Menurut Roberto Rossi, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor
Leste, makanan terbuang sia-sia di sepanjang rantai pasok sangat lah meresahkan.
Sejumlah makanan terbuang, tapi di sisi lain lebih dari 1 miliar orang kelaparan.
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan mengingat ke depannya, permintaan makanan
akan tumbuh lebih tinggi, selaras dengan pertumbuhan populasi dunia. Populasi
dunia yang kini mencapai 7 miliar orang diperkirakan naik menjadi 9 miliar pada
tahun 2050.
Mengatasi problematika tersebut tak bisa berhenti pada meningkatkan produksi
pangan semata. Rantai pasokan industri makanan dan minuman harus lebih efisien
dan andal agar makanan dapat diproses, disimpan, dan didistribusikan dengan
aman, sesuai dengan standard operating procedure (SOP).
Roberto menjelaskan, digitalisasi rantai pasok pangan dengan pemanfaatan internet
of things, artificial intelligence, machine learning dan digital twin merupakan solusi
terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
Apalagi, penggunaan teknologi digital di industri pangan, terutama di pabrik
pengolahan bukan hal baru. Namun begitu, pemanfaatan teknologi digital ini belum
menyeluruh dan terintegrasi di seluruh rantai pasok mulai dari sistem pertanian,
sistem produksi pangan, sistem logistik, hingga sistem distribusi retail.
Dengan digitalisasi dan integrasi rantai pasokan, lanjut dia, industri pangan akan
memperoleh transparansi dan visibilitas yang dapat membantu pengambilan
keputusan yang tepat berbasis data untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Selain itu, pemanfaatan teknologi yang tepat guna juga bisa mengoptimalkan setiap
lini rantai pasok, mengurangi jejak karbon, meminimalkan kerugian dan pemborosan
sampah makanan akibat gagal produksi.
Zero waste cooking
Mengelola konsumsi makanan dan minuman di level rumah tangga juga menjadi
salah satu upaya untuk mengurangi pemborosan sampah, mendorong distribusi
pangan yang lebih adil, serta menurunkan jejak karbon.
Meskipun terlihat sedikit, sampah rumah tangga yang dihasilkan dari membuang
makanan sisa dapat menggunung ketika dihitung bersama populasi dunia. The
Economist Intelligence Unit mengungkapkan, setiap satu orang Indonesia
setidaknya menghasilkan 300 kg sampah makanan per tahun.
Tak hanya itu, Kementerian PPN/Bappenas dalam laporan baru-baru ini
menemukan sekitar 49,74% di Jawa Barat adalah sampah makanan. Jumlah ini tak
jauh berbeda dengan Jawa Tengah sebesar 45,79%.
Bayangkan berapa banyak orang kelaparan di dunia yang seharusnya bisa
menikmati makanan tersebut?
Oleh karena itu, beberapa tahun belakangan banyak orang menginisiasi gerakan
zero waste cooking. Gerakan ini dimaksudkan untuk menerapkan teknik memasak
dengan meminimalisir bahan makanan yang dibuang serta menggunakan alat
makan yang ramah lingkungan.
Penerapannya pun sebenarnya cukup sederhana, yakni dengan merencanakan
makanan yang dikonsumsi. Ketika menentukan hidangan yang akan disantap untuk
jangka waktu tertentu, tentu kita akan memikirkan juga bahan dan cara
pengolahannya, termasuk jumlah porsi yang disediakan.
Selain itu, zero waste cooking juga mendorong untuk memanfaatkan bahan
makanan secara maksimal. Misalnya, dengan mengonsumsi buah dan sayuran yang
semula sering dibuang bahkan sebelum dikonsumsi, seperti kulit apel.
Padahal, banyak penelitian membuktikan bahwa kulit apel juga bermanfaat bagi
tubuh karena mengandung banyak vitamin dan mineral. Selain menambah gizi bagi
tubuh, cara ini juga bisa mengurangi limbah makanan yang artinya mengurangi jejak
karbon.
Merayakan Hari Pangan Sedunia
Hari Pangan Sedunia diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Peringatan ini dilakukan
untuk meningkatkan kesadaran bahwa masih banyak orang yang tidak bisa
menikmati keistimewaan makanan dan minuman layak, bergizi, dan sedap.
Hari Pangan Sedunia ini pertama kali diluncurkan pada tahun 1945. Perayaan Hari
Pangan Sedunia ini juga bertepatan dengan peluncuran Organisasi Pangan dan
Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
Prinsip utama yang diperingati Hari Pangan Sedunia adalah memajukan ketahanan
pangan di seluruh dunia, terutama di saat krisis. Peluncuran FAO PBB telah
memainkan peran besar dalam memajukan tujuan yang berharga ini.
Perayaan tahunannya berfungsi sebagai penanda pentingnya organisasi ini dan
membantu meningkatkan kesadaran akan kebutuhan penting agar kebijakan
pertanian yang berhasil diterapkan oleh pemerintah di seluruh dunia untuk
memastikan ada cukup makanan yang tersedia untuk semua orang.
Khusnul D