Subsidi BBM Rp 502 Triliun, Tidak Benar?

Pakar Ekonomi Anthony Budiawan, menyampaikan data yang dikatakannya valid, membantah angka subsidi BBM  yang disampaikan Pemerintah dikatakan sangat besar dan membebani Negara sebesar Rp 502 triliun.

Untuk menaikkan harga BBM  atau alokasi subsidi menurutAnthoy, dia tidak menemukan angka itu dalam UU APBN. ‘’Yang saya temukan adalah, angka Rp 206 triliun di Peratuan Presiden, sudah berubah angka itu. Sedangkan Perpres tidak bisa mengubah UU, melanggar konstisui,” ungkapnya.

Anthony Budiawan, menguraikan angka besaran subsidi Rp 206 triliun, bukan cuma untuk subsidi BBM. Subsidi BBM paling kecil, hanya Rp 11 triliun. Rp 134 triliun subsidi energi. Yang besar, subsidi LPG Rp 66 triliun dan subsidi listrik sebesar 55 triliun.

Anggota Banggar DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta juga membeberkan data. Alasan Pemerintah mau menaikkan harga  BBM tahun 2022, katanya tidak beralasan. Subsidi BBM yang sudah mencapai Rp 502 triliun, tidak benar.

Baca Juga:  Ketum PWI Pusat Buka Seminar PON: Gengsi atau Prestasi

Yang benar, menurut Sukamta, dari subsidi energi di tahun 2022, angkanya sebesar Rp 208,9 triliun. Itu pun terdiri dari subsidi BBM dan LPG Pertamina Rp 149,4 triliun dan subsidi Listrik sebesar Rp 59,6 triliun. “Pemerintah seharusnya jujur, bukan membuat framing utang,’’ tegasnya dalam keterangan tertulisnya yang dirilis ke media.

Sisanya dari mana? Sisanya, kata Sukamta, Rp 343 triliun untuk membayar utang kompensasi alias utang Pemerintah ke Pertamina dan PLN tahun 2022 sebesar Rp 234,6 triliun dan utang tahun 2021 sebesar Rp 108,4 triliun. Kompensasi ini, alasannya untuk mendukung operasional Pertamina dan PLN dalam menyediakan BBM subsidi. ‘’Jadi ini subsidi ke  Pertamina dan PLN, bukan ke rakyat’’,jelasnya.

Baca Juga:  Mozaik Avanezka, Anak Indonesia Juara 2 Lomba Ice Skating di Kazakhstan

Mirisnya lagi, ucap Sukamta, kompensasi yang diberikan kepada PLN dan Pertamina, sebagian besar untuk membayar utang BUMN tersebut dan untuk menanggung beban umum dan administrasi perusahaan termasuk membayar gaji –gaji Direktur, Komisaris dan Manajemen. ‘’Pertamina saja beban umumnya sangat besar. Mencapai Rp 29 triliun pada tahun 2021. Tahun 2022, angkanya, kemungkinan tidak akan berbda jauh’’, katanya. ‘’Jadi Pemerintah ini, bikin pesan agar ada alasan utang Pemerintah ke Pertamina dan PLN dibayar oleh rakyat’’, tambahnya.

Menurut Sukamta, dalihnya terlalu banyak subsidi BBM yang mencapai Rp 500an triliun. Padahal Pemerintah ini, tidak sanggup membayar utang ke Pertamina dan PLN. Karena itu, anggota Komisi I DPR RI itu, secara tegas dirinya dan fraksinya, menolak kenaikan harga BBM. (dari berbagai sumber/ana)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU