Temu Pimpinan UMI dengan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Begini Pembahasannya

Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Silaturahmi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan Pimpinan Universitas Muslim Indonesia (UMI) digelar di Rumah Makan Lae-lae, Rabu (7/4/2021).

Kegiatan silaturahmi dirangkaikan dengan penyerahan pin emas penghargaan pengabdian keinsinyuran kepada Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D., IPM., ASEAN Eng.

Pada kegiatan tersebut dihadiri Rektor UMI Prof. Dr. H. Basri Modding, S.E., M.Si didampingi Wakil Rektor III Dr. Nasrullah, S.H., M.H., dan Wakil Rektor V Prof. Dr. Ir. H. Hattah Fattah, M.S. Hadir Dekan FTI UMI Dr. Ir. H. Zakir Sabara HW, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng., beserta jajarannya.

Turut hadir pula Kepala LLDikti Wilayah IX Prof. Dr. Jasruddin, M.Si., Sekretaris Pelaksana LLDikti Wil. IX Drs. Andi Lukman, M.Si., Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Dr. Ir. Heru Dewanto, S.T., M.Eng., IPU., Asean Eng., Direktur Eksekutif PII Ir. Faisal Safa, M.Sc, IPU., Asean Eng., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Prof. Dr.Ir. H. Fatah Sulaiman, S.T., M.T., dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Prof. Dr. Ing. Ir. Asep Ridwan, S.T., M.T.

Baca Juga:  Aksi Indonesia Muda Sukses Gelar Perayaan Milad ke-12

Dalam sambutannya, Prof. Nizam mengapresiasi institusi UMI, “Program Studi Program Profesi Insinyur (PSPPI) pertama itu lahir dari UMI. Dengan keberanian dan kenekatan Pak Dekan, alhamdulillah saat ini sudah 1200 alumni dari FTI UMI,” ungkapnya.

Sektor Insinyur, kata Prof. Nizam, saat ini menjadi sektor yang terbuka secara regional dan menuju terbuka secara internasional. Dalam sejarahnya, Indonesia belum memiliki insinyur profesional dan itu menjadi tantangan untuk mewujudkan profesi insinyur dengan cepat.

“Hal ini karena belum ada undang-undang yang mengatur. Namun setelah melalui pembahasan panjang dengan Komisi X DPR RI terbitlah undang-undang nomor 11 tahun 2014 yang menjadi dasar penerbitan profesi insinyur di Indonesia,” jelasnya.

Sebelumnya, lanjut Prof. Nizam, lulusan Fakultas Teknik bergelar Insinyur, namun setelah tahun 1979 berubah menjadi Sarjana Teknik dan SKSnya turun dari 165 sks menjadi 144 sks.

“Di dalam undang-undang keinsinyuran, diatur profesi insinyur bisa didapat melalui dua cara yakni pengalaman yang disetarakan atau melalui pendidikan profesi,” kata Prof. Nizam.

- Iklan -
Baca Juga:  Universitas Fajar Berpartisipasi dalam Kolaborasi Internasional

Guru Besar Fakultas Teknik Sipil UGM itu mengungkapkan bahwa tugas terbesar bagi institusi pendidikan adalah menyelenggarakan pendidikan reguler profesi insinyur dengan harapan anak didik mendapatkan kompetensi sebagai seorang insinyur yang profesional.

“PR terbesar seorang insinyur adalah menciptakan yang belum ada menjadi ada, sehingga kalau melihat proyeksi dari kebutuhan industri sangat tinggi tetapi kemampuan kita untuk menghasilkan insinyur masih sangat terbatas, sekalipun pendidikan sarjana teknik itu termasuk terbanyak tetapi dalam menghasilkan insinyur profesional masih terbatas,” ungkapnya.

Prof. Nizam mengungkapkan keprihatinannya dengan malpraktik keinsinyuran yang masih terjadi, “Jembatan baru jadi roboh, gedung baru jadi roboh, ini menunjukkan bahwa mengawal marwah profesi insinyur menjadi tugas kita bersama. Tapi saya yakin dengan semangat kita untuk melakukan perbaikan dan mau belajar, insya allah akan lebih baik,” harapnya.

Mengakhiri sambutannya, Prof. Nizam berpesan untuk menjaga profesionalisme, menjaga marwah dari keinsinyuran. “Karena yang bisa menjaga marwah keinsinyuran itu dua, kita perguruan yang menghasilkan insinyur dan PII,” pungkasnya.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU