Sebagai pasangan yang memiliki hobi jalan-jalan, hampir seluruh sudut kota wilayah ini, kau singgahi untuk sekadar bersenang-senang.
Berdua dengan tunanganmu, mengendarai mobil pribadinya, kau berpetualang, mengunjungi beberapa tempat wisata dan warung makan yang mewah. Tanpa teguran orang tua, kau bebas mengepakkan sayap ke mana pun yang kau suka.
Mungkin kau tidak tahu, bagaimana rasanya kecewa saat apa yang telah kita terima, lalu diambil lagi karena suatu kesalahan. Seperti motor itu, yang kini telah diberikan kepadamu. Bukannya kau pernah bawa motor itu berdua dengan tunanganmu? Kenapa hal itu dianggap wajar? Tidakkah kau melihat kesangsian yang sengaja dibiarkan?
Apa kau masih ingat, saat kau menceramahiku tentang rida orang tua? Apakah ada jaminan bahwa keridaan Tuhan pasti selalu beriringan dengan keridaan kedua orang tua? Apakah hadis yang pernah kau bacakan itu berlaku umum bagi semua orang tua?
Dan, apa benar, kau dengan tunanganmu adalah gambaran keridaan Tuhan karena mendapat rida orang tua, sedangkan aku dengan dia tak lain adalah gambaran kemurkaanNya, karena tidak sejalan dengan keinginan mereka? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berloncatan di benakku. Sekarang, aku berkesempatan mengutarakannya padamu.
“Apakah daging babi menjadi halal, bila dimakan atas rida orang tua?”
Untuk kedua kalinya aku bertanya dengan tegas. Berupaya membuka pintu pikiranmu agar dapat melihat kenyataan lebih luas. Namun kau beringsut dan beranjak menutup pintu itu dengan lebih rapat dan keras.
Totale, 28 Oktober 2021
Penulis: Bintu Assyatthie