Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim mengungkapkan adanya 400 orang di dalam kementerian yang dipimpinnya sebagai tim bayangan. Nadiem mengungkapkan hal itu pada acara di markas PBB yang diunggahnya pada 20 September lalu.
Tim bayangan tersebut kemudian menjadi kontroversi pada Rapat Kerja Kemendikburistek bersama DPR RI. Banyaknya yang mempertanyakan tugas dan fungsi dari 400 tim bayangan tersebut, yang dinilai akan menjadi tombak peningkatan kualitas pendidikan Indonesia di masa depan.
Nadiem menjelaskan, ada 400 orang yang ahli di bidang teknologi informasi, termasuk product manager, software engineer dan data scientists. “Yang bekerja sebagai organisasi bayangan, yang bekerja sebagai tim, yang melekat untuk kementerian,” kata Nadiem dalam unggahannya.
Nadiem menegaskan, 400 orang yang direkrut bukan berstatus vendor. Ia menyebut product manager dan ketua tim berposisi setara dengan direktur jenderal. Tim ini akan menjadi penilai sebelum kebijakan diimplementasikan. Ia pun mengaku, tim ini membuat sejumlah aplikasi, seperti situs belanja online di sekolah.
Namun, gagasan ini mendapatkan banyak kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya dapat menggoyahkan birokrasi internal Kemdikbudristek, sebab jumlahnya tidak sedikit, 400 orang. Serta berpotensi terjadinya maladministrasi.
Karena hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Abdul Fikri Faqih, mengingatkan Mendikbudristek Nadiem Makarim, jika memang benar ada tim bayangan atau sistem pendukung menteri, harus memenuhi unsur legal. Sebab hal tersebut berpotensi melanggar aturan.
“Kalau memang menteri menganggap tim tersebut penting, tuangkan semuanya di dalam regulasi. Karena kalau tidak, mesti akan ada problematika, terutama akuntabilitas,” kata Abdul Fikri Faqih, Selasa (27/9).
Fikri mengatakan bahwa tim bayangan tersebut harus mempunyai mandat yang legal sebagaimana yang terdapat dalam Permendikbud Nomor 28 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikburdistek. Karena tidak ada celah dalam Permendikbud tersebut yang memberikan mandat pada siapa pun, termasuk pada tim yang dikatakan tim teknologi.
Klarifikasi Nadiem
Nadiem Makarim kemudian memberikan klarifikasi langsung pada rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Senin (26/9). Dalam klarifikasinya, Nadiem Makarim mengaku ada kesalahan dalam memilih kata yang diartikan sebagai tim bayangan. Nadiem menyebut, tim bayangan yang ia maksudkan itu adalah mirroring.
“Saya ada kesalahan dalam menggunakan kata shadow organization. Yang saya maksudkan, organisasi ini adalah mirroring terhadap kementerian kami,” ungkap Nadiem Makarim.
“Mirroring itu artinya apa? Mirroring itu artinya setiap direktur jenderal yang menyediakan layanan, itu bisa menggunakan tim permanen yang selalu bekerja sama dengan tim untuk mendorong dan mengimplementasikan kebijakannya melalui platform teknologi,” kata Nadiem.
Inovasi cara kerja yang melibatkan tim mirroring itu yang kemudian dipuji oleh berbagai negara. Meski tim itu adalah vendor, pihak Kemendikbudristek tidak memperlakukan mereka sebagai vendor.
Tidak Masalah
Ketua Umum Badan Pengurus Provinsi Sulawesi Selatan Komunitas Guru Belajar Nusantara, Anita Taurisia Putri menanggapi bahwa tim bayangan yang dibuat oleh Kemdikbudristek dari klasifikasi yang diberikan bahwa tim ini adalah GovTechEdu yang merupakan vendor atau pelaksana kegiatan digitalisasi, maka ini tidak menjadi masalah di lingkungan pendidikan.
“Dari klarifikasi Nadiem Makarim mengatakan yang ada adalah tim yang yang bekerja secara kontraktual, tim itu adalah GovTechEdu yang merupakan vendor atau pelaksana kegiatan digitalisasi,” kata Anita, Selasa, 4 Oktober 2022.
“Dalam hal ini, pendidikan membutuhkan banyak kerja sama dengan banyak pihak, banyak sumber dan banyak kolaborasi. Permasalahan pendidikan di Indonesia bukan hanya tanggung jawab Kemendikbudristek, salah satunya melalui organisasi profesi guru, yaitu Komunitas Guru Belajar Nusantara,” lanjutnya.
Anita juga mengungkapkan bahwa program Mendikbudristek di masyarakat, sekolah, universitas dan lainnya saat ini melibatkan banyak pihak, salah satunya program Pendidikan Guru Penggerak.
“Melibatkan banyak pihak bisa menjangkau wilayah di Indonesia yang pelaksananya adalah guru atau kepala sekolah yang memang sangat memahami kondisi. Kenyataan di lapangan mengenai keadaan sekolah, mulai dari Mengajar Praktik, Guru yang menjadi Guru Penggerak serta Sekolah yang menjadi Sekolah Penggerak,” ungkap Anita.
Anita menjelaskan bahwa pada saat ini, semua pihak saling berkolaborasi untuk menghasilkan murid-murid nyaman, aman dan senang dalam belajar, murid-murid dapat belajar yang kontekstual. Bukan karena hanya menghasilkan isi buku paket, namun murid-murid belajar sesuai kebutuhannya karena diawal dilakukan assessment diagnosis.
Kemudian program Kurikulum Merdeka yang akhirnya memberikan kewenangan sekolah untuk menyusun kurikulum sekolahnya yang kontekstual. Selain itu, program yang diluncurkan Kemendikbudristek juga dibarengi dengan platform yang akan membantu guru untuk belajar secara mandiri bagi yang tidak mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan, melalui berbagai platform Pendidikan, seperti PMM, Guru Belajar Berbagi dan lain-lain.
“Nah program yang baru diluncurkan, yaitu skema masuk ke PTN di mana kriteria bobot penilaian minimal 50 persen dari rata-rata rapor untuk semua mata pelajaran dan maksimal 50 persen sisanya untuk minat bakat. Materi tes fokus pada pengukuran, penalaran dan pemecahan masalah. Tidak ada lagi tes mata pelajaran, yang ada hanya potensi kognitif, penalaran matematis, dan literasi,” jelasnya.
Sehingga, dengan semua yang telah Mendikbudristek Nadiem jelaskan, Anita mengatakan bahwa hal ini tidak akan menjadi masalah bagi pendidikan, apalagi di lingkup masyarakat. Karena tim yang dibentuk hanya sebagai vendor atau pelaksana kegiatan digitalisasi.
Anita berharap, Kemendikbudristek terus menciptakan program yang melibatkan berbagai pihak di masyarakat. “Ketika berbicara masalah pendidikan, maka kita berbicara mengenai masa depan bangsa Indonesia. Terus lanjutkan program yang berpihak kepada murid-murid Indonesia yang akan menjadi pemegang estafet kepemimpinan dan masa depan bangsa Indonesia,” harapnya. (*)
Berita terkait selengkapnya di FAJAR PENDIDIKAN versi cetak.