Tips Menulis Cerita Perjalanan dari Agustinus Wibowo, Penulis Buku Titik Nol

Agustinus Wibowo adalah penulis buku Titik Nol, Selimut Debu, dan Garis Batas. Semua bukunya adalah kisah perjalanannya menyusuri negara-negara yang jarang dijelajahi traveler.

Tips Menulis Cerita / catatan Perjalanan. Kamu baru pulang dari sebuah trip yang rasanya wow banget. Ada banyak cerita yang ingin kamu bagikan. Tetapi begitu kamu duduk di depan komputer, kamu malah bengong menghadapi layar kosong, pikiranmu pun jadi ikutan kosong. Tidak satu pun kata yang mengalir keluar. Kamu mendadak merasa perjalananmu sepertinya biasa-biasa saja.

Atau sebaliknya, kamu sudah mulai menulis dengan sangat antusias. Kamu menulis panjang lebar tentang indahnya langit biru dan lembutnya pasir di pantai.

Tetapi sampai di tengah-tengah, kamu hilang arah, kebingungan tulisan ini mau ke mana. Kamu memutuskan untuk mulai lagi dari depan. Begitu berulang-ulang. Gagal lagi dan gagal lagi. Sampai akhirnya kamu putus asa, dan merasa kamu sama sekali tidak punya bakat menulis.

Kalau kamu pernah mengalami ini, jangan khawatir, kamu tidak sendiri.

Menulis perjalanan memang tidak semudah kelihatannya. Tulisan perjalanan termasuk genre tulisan nonfiksi, dan kita sering mengasosiasikan nonfiksi dengan hal-hal yang membosankan: arsip sejarah, dokumen resmi, kamus, memo, berita di koran. Kesulitan utama dalam menulis karya nonfiksi adalah karena kita harus bekerja dengan fakta, dan kita tidak boleh berimajinasi untuk menciptakan fakta.

Namun nonfiksi sebenarnya bisa menjadi menarik apabila kita memadukan penulisannya dengan teknik bercerita. Inilah yang disebut dengan “nonfiksi kreatif”, atau di masa lalu sering disebut sebagai “jurnalisme sastrawi”.

Kita bisa memanfaatkan teknik-teknik penulisan fiksi untuk menghasilkan karya nonfiksi yang bercerita. Strategi ini juga bisa kita terapkan untuk menuliskan perjalanan, supaya cerita perjalanan kita jadi lebih menarik dan enak dibaca.

“Jauh lebih mudah untuk melakukan perjalanan daripada menuliskannya,” penulis legendaris David Livingstone pernah berkata. Di sini saya ingin membagikan beberapa tips yang mungkin bisa membantu membuat perjalanan menulismu menjadi sedikit lebih mudah dan menyenangkan.

Tips Menulis Cerita Perjalanan

1. Keingintahuan yang Tinggi

Tulisan yang baik membutuhkan bahan baku yang baik, dan bahan baku bagi tulisan perjalanan tentu adalah perjalanan itu sendiri. Tanpa perjalanan yang baik, tidak akan ada tulisan perjalanan yang baik.

- Iklan -

Tetapi bagaimanakah perjalanan yang baik itu? Tentu sangat relatif, karena tiap orang punya tujuan dan cara perjalanan masing-masing. Tetapi kalau harus disimpulkan satu kualitas yang wajib dimiliki oleh seorang perjalanan yang baik, maka itu adalah keingintahuan yang tinggi.

Rasa ingin tahulah yang membuat kita bisa mengamati dunia di sekeliling kita, dan menyerap informasi yang berguna untuk dibagikan lewat tulisan.

2. Temukan “Guru”

Tulisan perjalanan yang baik harus memberikan informasi baru bagi pembaca. Tetapi sebelum “mengedukasi” pembaca, si pejalan haruslah mengedukasi dirinya sendiri terlebih dahulu melalui perjalanan yang dilakukannya.

Dan siapakah yang lebih berhak untuk mengajari kita tentang tempat yang kita kunjungi, selain penduduk di tempat itu? Karena itu, sangatlah penting untuk menemukan “guru” dalam setiap perjalananmu.

“Guru” adalah mereka yang bisa memberikan pencerahan baru kepadamu tentang tempat itu, tentang kehidupan dan budaya di situ, serta tentang apa yang dipikirkan orang-orang di sana. Mereka mungkin adalah pakar, seperti sejarawan atau jurnalis, tetapi bisa juga orang-orang biasa yang kamu temui di jalan.

Seorang tukang rickshaw mungkin bisa memberimu pelajaran tentang sistem kasta, dan seorang umat di kuil bisa membuatmu merenungkan makna berserah. Dalam setiap perjalanan, banyak-banyaklah berkomunikasi dengan penduduk setempat, supaya kamu punya bahan cerita yang mendalam dan melimpah.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU