Tokoh terkemuka Muhammadiyah di Sulawesi Selatan (Sulsel), Dr Subari Damopolii, meninggal dunia di Makassar pada Minggu sore, 10 November 2024, dalam usia 84 tahun. Dr Subari meninggalkan tiga anak dan sepuluh cucu.
Dengan berpulangnya Dr Subari, kini hampir seluruh tokoh Muhammadiyah angkatan seangkatannya di Sulawesi Selatan telah meninggal dunia. Beberapa di antaranya yang lebih dahulu meninggal adalah KH Djamaluddin Amien, KH Makmur Ali, KH Baharuddin Pagim, KH Nasruddin Razak, KH Iskandar Tompo, KH Dahlan Yusuf, KH Zaiinuddin Sialla, dan KH Abdullah Renre.
Subari Damopolii lahir di Kotamobagu, Sulawesi Utara, pada 3 Agustus 1944. Pada tahun 1968, ia hijrah ke Makassar untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas).
Setelah menyelesaikan studinya, ia mulai mengabdi sebagai tenaga pendidik dan dokter. Dr Subari mengabdi sebagai ASN dokter di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar serta memegang berbagai jabatan penting di dunia kesehatan, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Karirnya di bidang kesehatan mencakup posisi Kepala Puskesmas Takalar dan Makassar (1978–1983), Direktur RSUD Pattallassang Takalar (1983–1989), serta Direktur RSIA Sitti Khadijah I Makassar (2001–2003). Ia juga aktif dalam pelatihan manajemen kesehatan di Indonesia Timur antara 1982 hingga 2000. Pada 2000, Subari pensiun sebagai PNS dokter dengan pangkat Golongan IV-C.
Selain mengabdi sebagai dokter, Subari juga aktif dalam dunia pendidikan. Ia pernah mengajar di berbagai kampus, termasuk Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) dan ATEM Muhammadiyah Makassar. Ia juga pernah menjabat Wakil Rektor II di Unismuh Makassar dan terlibat dalam pendirian sejumlah institusi pendidikan kesehatan di Sulawesi.
Di Muhammadiyah, Subari berperan besar dalam perkembangan organisasi di Sulawesi Selatan. Ia pernah menjabat Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel (2000–2005) dan aktif dalam Majelis Pembina Kesehatan PWM Sulsel.
Selain itu, Subari juga terlibat dalam pengembangan Muhammadiyah di tingkat nasional, dengan menjadi anggota Tanwir Muhammadiyah mewakili Sulawesi Selatan (1990–2005).
Subari adalah sosok yang rendah hati dan tidak pernah berambisi untuk memimpin. Meski meraih suara terbanyak dalam pemilihan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel pada Musyawarah Wilayah (Musywil) di Pinrang (1995) dan Takalar (2000), ia selalu menyerahkan jabatan tersebut kepada tokoh lain yang dianggap lebih layak.
Ia mengutamakan pengabdian untuk umat melalui Muhammadiyah, dengan berkata, “Kasi yang lain saja. Yang penting, kita ikhlas mengurus umat melalui persyarikatan Muhammadiyah.”
Kehilangan Dr Subari Damopolii merupakan duka mendalam bagi keluarga, masyarakat, dan khususnya persyarikatan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan. (Asnawin)