“Kami menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan Pelanggaran HAM dengan meninggalnya korban jiwa dan lainnya luka-luka,” ujar YLBHI dan LBH melalui keterangan tertulisnya, Minggu (2/10).
Bukan tanpa alasan, lembaga ini berujar ada dugaan penggunaan kekuatan berlebihan dengan menggunakan gas air mata dan pengendalian massa yang tidak sesuai dengan prosedur.
“Kami menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan,” tambahnya.
Menurut LBH, penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak napas, pingsan dan saling bertabrakan.
Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan yang dilakukan pada malam hari. LBH menegaskan hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini, terlebih penggunaan gas air mata telah dilarang oleh FIFA.
“Padahal jelas penggunaan gas air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion,” dalam keterangan tersebut.
Atas peristiwa ini, YLBHI dan LBH mengecam tindakan aparat terhadap suporter dengan tidak mengindahkan peraturan terkhusus implementasi prinsip HAM Polri. YLBHI dan LBH juga mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan dengan membentuk tim penyidik independen guna mengatasi tragedi ini.
“Mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen,” tulis pernyataan tersebut.
Mereka juga mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas, serta mendesak Propam Polri dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut.
Lembaga ini juga meminta Kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa, baik dari masa suporter maupun kepolisian serta mendesak negara, baik pemerintah pusat dan daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang.
Menurut LBH, ada tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan sebagai berikut:
1. Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa
2. Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian
3. Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI
4. Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara
5. Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara
Sebelumnya pertandingan antara Arema FC dengan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (1/10) berujung tragedi. Terbaru diketahui 153 orang tewas, 180 orang lainnya dirawat di rumah sakit, 13 kendaraan rusak, akibat kerusuhan suporter yang dipicu kekecewaan Arema ditekuk 2-3 oleh Persebaya.