Bahaya Kecanduan Game Online bagi Pelajar
Peningkatan angka pemain game online menimbulkan skenario lanjutan, yaitu kenaikan kasus kecanduan alias Internet Gaming Disorder (IGD).
Pengidap IGD tak dapat mengontrol dirinya secara penuh dalam mengatur waktu sehari-hari dan menjatuhkan pilihan akhir dengan bermain game online.
Tak jarang, kecanduan tersebut bisa membuat seseorang lupa akan kegiatan utama dalam keseharian nya, seperti makan, minum, mandi, tidur, bersosialisasi, sekolah, hingga bekerja.
Kendati dalih kebanyakan orang memilih game online sebagai sarana hiburan untuk menghilangkan stress, kondisi tersebut bukanlah jaminan bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan ke depannya.
Internet Gaming Disorder bisa mengancam siapapun, baik remaja, anak-anak, hingga orang dewasa sekalipun.
Kaum pelajar diklaim mendominasi daftar teratas lantaran merasa jenuh dalam menghadapi tugas-tugas sekolah, khususnya selama masa pembelajaran daring.
Pada umumnya, waktu yang dihabiskan biasanya 8 sampai 10 jam atau lebih per harinya dan sekurang-kurangnya 30 jam per minggu (Novrialdy, 2019) serta akan terus berlangsung seperti itu jika tak ditanggulangi.
Siswa yang sudah kecanduan cenderung akan menarik diri secara sosial karena lebih memilih menjalin teman secara virtual di dalam game (Anggarani, 2015).
Tak hanya berpengaruh terhadap kegiatan belajar, Internet Gaming Disorder (IGD) juga mengancam fisik siswa yang sudah kecanduan.
Hasil penelitian dari National Library of Medicine (Perpustakaan Kedokteran Nasional Amerika Serikat) menyebutkan bahwa Internet Gaming Disorder dapat menyebabkan banyak masalah gangguan mental, fisik dan sosial bagi pengidapnya.
Efek ini merangsang dampak domino lanjutan, seperti mudah marah dan agresif, penyakit obesitas, hingga epilepsi lantaran kesehatan mental mereka menjadi terganggu akibat terlalu candu dalam bermain game online.
Di sisi yang berbeda, siswa juga rentan melakukan tingkat kriminal demi memenuhi kebutuhan akan bermain game online, seperti mencuri uang orangtua untuk membeli paket data.
Ironis nya lagi, bantuan kuota yang diberikan oleh pemerintah guna meringankan beban siswa dan orangtua selama pembelajaran daring justru banyak disalahgunakan.
Hasil Survei yang dilakukan Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) per Oktober 2020, menunjukkan bahwa sebanyak 8,9 persen subsidi kuota digunakan untuk bermain video game online.
Meskipun tergolong minim, tetapi tetap membuktikan bahwasanya cara siswa dalam memenuhi keinginannya bermain game online begitu tinggi sehingga diperlukan sosialisasi agar subsidi kuota bisa dimanfaatkan dengan baik.