Lantas waktu cepat berlalu dan dia menjadi istriku yang cantiknya bertumbuh seiring hari. Dipuja-pujalah dia saat duduk di atas pelaminan. Rasanya aku ingin pamer ke semua benda hidup dan mati. Terlebih aku memiliki hatinya yang tak kalah indah. Seperti aku ingin anak-anakku nanti hanya mirip dia dan menirunya.
Walau Tuhan masih ingin membuat aku bermanja-manja dengan istriku dari belum diberikannya keturunan. Jemarinya, kukunya, bulu matanya, tingkahnya, ibanya, sabarnya, dan segala akhlak baik yang menempelinya ingin kubeli dengan jaminan ibadahku sampai mati. Kelak di surga, aku tak mau ganti bidadari.
Istriku paten menyanyangiku. Walau usia kita terlampau cukup jauh yakni 10 tahun, aku tak pernah lebih dewasa bersikap dibanding dia. Di kacamataku, dia Khadijah dengan murah hatinya. Dia Aisyah yang cerdasnya tak terbantah.
Santunnya dia laksana Zainab. Guraunya terasa menyirami air kala dahaga. Walau aku tak sepantas Muhammad dalam mencintai istri-istrinya, aku tetap berusaha memberi cinta sebanyak tak terhingganya jumlah cahaya.
Satu hari ketika aku merasa marah dan kelepasan, dia justru menyuruhku duduk di depannya, lalu dengan gerakan yang sabar, dia menyisir rambutku dari pangkal sampai ujung dengan pelan.
Menangkapi rambut tipis yang rontok sembari membacakan Alquran. Dia tak mengucap sepatah kata. Dia bahkan tak memanggil namaku sekali saja. Hanya itu yang dilakukannya sampai tiba waktu salat. Lantas dia mengajak. Istriku memang banyak ibadah.
Pada hari Ahad yang gerah, istriku mengeluh pusing. Dipegangnya minyak kayu putih sepanjang hari. Aku ada jadwal mendakwah dan undangan di acara kawinan sehingga membuatku tidak banyak kasih perhatian.
Aku hanya menyuruh istirahat saja seharian, nanti ketika aku pulang mari kita periksakan. Dia menuruti saja perintahku seperti yang sudah- sudah. Menutupnya dengan senyum pias campur kesakitan.
Bagaimana waktu memang jahat dan tak bersahabat kurasakan benar. Belum sampai janjiku membawa dia periksa, istriku sudah kutemukan meninggal di kamar kita tepat di atas sajadah tempatnya salat. Aku lari mendekat saat badannya tergeletak begitu saja.