Makassar, FajarPendidikan.co.id– Rakyat Indonesia, terkhusus para buruh migran, kembali berduka. Indonesia serasa ditampar. Komitmen Pemerintah Indonesia melindungi tenaga kerjanya di luar negeri dipertanyakan.
Itulah yang terasa saat kabar kematian Tuty Tursilawaty tersiar. Perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga ini dieksekusi mati pemerintah Arab Saudi, Selasa 29 Oktober 2018.
Anehnya, mengutip cuitan akun @migrancare, eksekusi hukuman mati terhadap TKI asal Majalengka itu dilakukan tanpa ada notifikasi dari Pemerintah Arab Saudi kepada pemerintah Indonesia.
Padahal proses kasus yang menimpa Tuty telah lama terjadi. Merujuk pemberitaan sejumlah media massa, Tuty bekerja di Arab Saudi sejak September 2009.
Selama bekerja di sana, Tuty sering mendapat pelecehan seksual dari sang majikan. Tak tahan dengan perlakuan majikannya, pada 11 Mei 2010 Tuty melawan. Ia membela diri dengan tongkat yang menimbulkan kematian majikannya.
Takut, Tuty melarikan diri. Dalam pelarian, Tuty justru kembali mendapat musibah. Ia diperkosa sembilan pria. Tuty kemudian ditangkap polisi Arab Saudi.
Hakim pengadilan setempat menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Tuty pada Juni 2011.
Kini kabarnya masih ada belasan TKI/TKW yang menanti nasib serupa yang menimpa Tuty: eksekusi mati.
Merespon kabar duka nan memilukan itu, kami dari berbagai elemen masyarakat kembali akan menggelar Aksi Kamisan Makassar.
Pada Aksi Kamisan Makassar ke-43 ini, kami menyatakan sikap:
1. Mengecam eksekuti mati yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi terhadap Tuty Tursilawaty tanpa notifikasi kepada pemerintah Indonesia.
2. Meminta pemerintah Indonesia mengirim surat protes ke pemerintah Arab Saudi atas eksekusi mati terhadap Tuty tanpa notifikasi ke pemerintah Indonesia.
3. Menyesalkan sikap pemerintah Indonesia, terkhusus Kementerian Luar Negeri RI, yang terkesan tak memedulikan nasib Tuty.
Tak terdengar ada upaya diplomasi, bantuan hukum atau pendampingan dari pemerintah Indonesia untuk menangguhkan hingga membatalkan eksekusi mati terhadap Tuty.
4. Menyesalkan peran negara yang terkesan tidak optimal dalam menjamin hak-hak buruh migran. Termasuk hak untuk hidup.
Pemerintah Indonesia sejauh ini terkesan hanya sebagai institusi yang mengesahkan perekrutan dan pendistribusian para buruh migran ke luar negeri, tanpa jaminan perlindungan.
5. Mendesak pemerintah Indonesia serius melaksanakan amanat Undang-Undang No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Selama ini negara belum serius dalam upaya mengkampanyekan perlindungan buruh migran di forum-forum multilateral.
Kematian Tuty dan TKI/TKW lain yang dieksekusi mati di luar negeri merupakan bentuk paling nyata ketidakhadiran negara dalam melakukan perlindungan terhadap hak-hak dasar dari seorang warga negara.(Rls)