Ukraina Mengangkat Masalah Status Nuklir, Tabur Kepanikan di Eropa ?

Setelah baku serang mancapai hari kedua, 40 Tentara Ukraina Tewas.dan puluhan lainnya, luka luka.

Diberitakan BBC, dan NKRIPOST, Putin telah meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina. Militer Rusia menerobos perbatasan disejumlah tempat. Di Utara, Selatan dan Timur, termasuk dari Belarus, sekutu lama Rusia. Lalu ada laporan pertempuran dibeberapa bagian Timur Ukraina.

Ukraina mengaku telah membunuh 5.300 tentara Rusia  sejak invasi dimulai pada Kamis (24/2) lalu dan telah menghancurkan 191 unit tank, 29 jet tempur, 29 helikopter militer dan 816 kendaraan, tetapi ini belum diverifikasi.

Diketahui, Presiden Rusia mengakui kemerdekaan Donestk dan Luhantsk di Ukraina Timur. Daerah-daerah yang memisahkan diri, direbut oleh pemberontak yang didukung Rusia, setelah Rusia menginvasi Krimea pada 2014.

Putin melancarkan serangan itu setelah protes jalanan massal  di Ukraina yang menggulingkan Presiden Presiden pro Rusia, Victor Yanukovich. Lebih dari 14.000 orang tewas di Timur, dalam konflik antara pasukan pemberontak dan tentara Ukraina.

Senjata Nuklir (old.qha) dan Keinginan Ukraina Masuk NATO

Pengamat terkait nuklir dan keinginan Ukraina masu NATO (Blok Barat).
Menurut pengamat internasional, perang Rusia – Ukraina, dipicu gara-gara Ukraina mengangkat masalah status nuklir dan ingin masuk NATO (Blok Barat).

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr  Zelenskyy, dalam konfrensi Keamanan Munich (Muenchen) pada 19 Pebruari lalu, negaranya bisa saja  mempertimbangkan kembali status  non-nuklir berdasarkan memorandum Budapest 1994.

Lalu pesan apa yang dikirim ke Amerika Serikat  (AS,), Eropa, NATO, dan Rusia, dari pernyataan tersebut?

Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (24/2/2022), seorang Profesor di Institut of Foreign Service off the Nation (ISEN) dan mantan Profesor di Escuela Superior de Guerra Argentina Alberto Hutshenreuter mengatakan,  kata-kata Presiden Ukraina itu sangat mengganggu.

Karena itu, katanya, berarti keamanan, akan bergantung pada pembangunan militer strategis, yang pasti terdengar sangat berbahaya bagi Rusia. “Ini berarti nuklirisasi sebagai opsi dari sudut pandang keamanan nasional,” kata Hutschenreuter.

- Iklan -

Itu adalah pesan yang sangt berbahaya. Pernyataan Zelenskyy tidak berkontribusi untuk mencapai kesepakatan bagi Rusia.

Bahkan, ucap Huschenreuter, pernyataan Presiden Zelenskyy itu juga tampak seperti peringatan bagi AS dan NATO, untuk memaksa aliansi itu terus mengambil langkah-langkah dalam menerima Ukraina masuk ke dalam jajarannya.

Baca Juga:  Pemain Terbaik AFF Futsal 2024, Wendy Brian Ick: Berkat Jasa Ibu

Perlu diketahui, menyusul runtuhnya Uni Sovyet, Ukraina memang menjadi rumah cadangan nuklir di dunia setelah AS dan Rusia.

Namun, deklarasi kedaulatam negara Ukraina pada 1990, telah memperjelas bahwa negara baru itu  mematuhi 3 prinsip bebas nuklir. Tidak menerima, tidak  memproduksi dan tidak membeli senjata nuklir.

Lalu, pada 5 Desember 1994, Ukraina, Belarus dan Kazakhstan diberikan status perjanjian non Proliferasi senjata nuklir dibawah memorandum Budapest yang ditandatangani AS, Rusia dan Inggris pada Konfrensi OSCS di Hongaria.

Berdasarkan perjanjian tersebut, 3 Repoblik pasca Sovyet menyerahkan persenjataan atom yang dikerahkan  Uni Soviet di wilayah masing-masing,  dengan jaminan imbalan keamanan dari tiga kekuatan nuklir utama.

“Saya memulai konsultasi dalam rangka memorandum Budapest. Jika itu tidak terjadi lagi atau hasilnya tidak menjamin keamanan, bagi negara kami, Ukraina berhak untuk percaya bahwa memorandum Budapets  tidak berfungsi dan semua keputusan paket tahun 1994, diragukan,” kata Zelendkyy.

Sementara itu, seorang analis hubungan internasional Iran dan pakar masalah  nuklir, Hasan Behestipour, mengatakan, Zelensky seharusnya menpelajari isu-isu yang berkaitan dengan perjanjian non Proliferasi nuklir 1994 secara lebih baik.

Presiden Ukraina itu kata dia, harus belajar mengapa negaranya menyerahkan senjata nuklir  Soviet ke Rusia  dan mengapa Kazakhstan serta Belarus melakukan hal yang sama setelah runtuhnya Uni Soviet.

“Banyak orang di dunia berfikir bahwa kepemilikan senjata nuklir, meningkatkan keamanan dan mencegah serangan dari luar. Kenyataannya hal tidak terjadi,” ucap Behestipour.

“Jika Ukraina menggunakan senjata nuklir, negara itu berada dalam kondisi ‘isoladi internasional’ dan akan menghadapi ancaman keamanan yang meningkat. Ini akan terjadi, karena baik Amerika dan negara-negara Eropa akan secara kategoris menentang status nuklir. Karena itu akan menimbulkan ancaman tidak hanya bagi Rusia, juga bagi Eropa,” jelas Begedtipour.

Menurut para analis, netralitas Ukraina dan status non nuklir, akan lebih baik dalam melayani kepentingan nasionalnya dibandingkan upaya untuk memproduksi senjata nuklir.

Baca Juga:  Pemain Terbaik AFF Futsal 2024, Wendy Brian Ick: Berkat Jasa Ibu

Beheshtipour juga menyampaikan, netrakilas Finlandia, membantunya mempertahankan hubungan kerja dengan Uni Soviet, AS, dan Eropa pada puncak perang dingin.

Akibatnya itu, memperkuat posisinya, “sehingga pada konferensi pelucutan senjata yang paling penting diadakan pada 1975 di Helsinki,” catat para analis.

Upaya Ukraina membangun persenjataan nuklirnya sendiri dapat menyeret seluruh kawasan Eropa ke dalam dilema keamanan khususnya bagi Rusia.

Seorang analis hubungan luar negeri dan aggota Dewan Ilmiah Institut Hubungan Internasional Repoblik Islam  Iran, Mani Megrabi, mengarakan, hal itu akan memicu efek domino, yang mendorong negara lain untuk membangun persenjataannya demi membangun keamanan. Akibatnya, potensi perlombaan senjata dapat sepenuhnya merusak keamanan kawasan.

Sosiolog dan ilmuan  Politik Argentina, Atilio Boron,  juga mengatakan, Ukraina mengangkat staus nuklir, untuk menabur kepanikan di Eropa.

Namun, baik Rusia maupun negara-negara di Eropa lainnya, atau AS, tidak akan membuat hal itu jadi mudah. Selain itu, mereka akan mem-VETO inisiatif Ukraina. “Oleh karena itu tidak ada pembicaraan tentang pemerasan berkedok nuklir,” tegas Boron.

Namun, menariknya Rusia bagaimanapun juga telah menanggapi pernyataan Zelenskyy dengan sangat serius.

Karena itu, pada 22 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan, penyebaran senjata nuklir taktis di Ukraina, merupakan ancama strategis bagi negaranya.

Putin pun punya cara tersendiri untuk menginvasi Ukraina. Dengan mengakui kemerdekaan pemberontak Donestk dan Luhanstk di Ukraina Timur.

Rusia, ucap Putin, tidak meragukan bahwa Ukraina mampu mengabulkan ancaman Zelebskyy karena negara itu mewarisi keahlian nuklir yang sangat besar dari Uni Soviet.

“Sejak masa Soviet, Ukraina memiliki kompentensi  nuklir yang cukup luas. Ada beberapa unit nuklir di negara itu dan industri nuklir berkembang cukup luas dan baik. Ada sekolahnya disana. Ukraina memiliki segalanya untuk menyelesaikan masalah ini dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dibandingkan negara-negara yang berusaha mencapai tujuan ini lebih awal,” ucap Putin. (Nurhayana Kamar)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU