UNICEF dan WHO menekankan agar sekolah menyiapkan segala hal dengan aman sehingga pembelajaran tatap muka (PTM) bisa dilanjutkan bagi semua anak sesegera mungkin.
Menurut data pemerintah, lebih dari 60 juta murid di Indonesia terdampak penutupan sekolah yang dilakukan pada bulan Maret 2020.
“Saat ini, baru 39 persen sekolah yang telah kembali dibuka dan menyelenggarakan PTM secara terbatas sejak 6 September 2021, sejalan dengan panduan nasional dari pemerintah,” kata UNICEF melalui keterangan tertulis, Rabu (15/9).
Adanya tingkat penularan varian Delta yang tinggi, UNICEF mengingatkan protokol kesehatan sangat penting ditegakkan untuk menurunkan penularan komunitas di semua lingkungan, termasuk lingkungan sekolah.
Di wilayah dengan angka kasus COVID-19 yang tinggi sekalipun, WHO juga menyarankan agar sekolah kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan. Sekolah harus menawarkan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak dibandingkan dengan keadaan di luar sekolah.
Terkait syarat bagi sekolah yang hendak membuka kembali pembelajaran tatap muka, WHO mengungkapkan beberapa hal yang harus diperhatikan.
“Saat hendak membuka kembali sekolah, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah cara menerapkan protokol kesehatan yang esensial, seperti menjaga jarak minimal satu meter dan memastikan murid dapat mencuci tangan dengan sabun dan air secara teratur. Namun, kita pun harus ingat bahwa sekolah tidak berada di ruang vakum. Sekolah adalah bagian dari masyarakat,” ujar Dr. Paraneetharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia dikutif dari detik.
WHO juga menjelas, saat instansi memutuskan untuk kembali membuka sekolah, maka harus bisa memastikan penularan di masyarakat tempat sekolah berada juga dapat dikendalikan.
Adapun persiapan sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kembali PTM di Indonesia, UNICEF dan WHO menyarankan tiga langkah prioritas sebagai berikut:
1. Mengadakan program dengan sasaran khusus untuk mengembalikan anak dan remaja ke sekolah dengan aman, tempat mereka dapat mengakses pelbagai layanan yang memenuhi kebutuhan belajar, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lain dari anak.
2. Merancang program remedial atau program belajar tambahan untuk membantu murid mengejar pembelajaran yang hilang sambil membantu mereka memahami materi-materi baru.
3. Mendukung guru agar dapat mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.
Dengan tiga langkah tersebut, diharapkan bisa meminimalkan dampak penutupan sekolah yang berkepanjangan terhadap kehidupan seorang anak.