Kadang kala tubuh ini terasa berat untuk bangun dari nyenyaknya lelap atau asyiknya aktivitas. Berat untuk menyambut seruan muazin, mendatangi masjid, dan melaksanakan salat.
Tubuh dan anggota badan adalah anugerah Allah. Itu pun terkadang enggan untuk sedikit menahan lapar dan dahaga di Senin dan Kamis untuk melakukan puasa sunah.
Tangan pun sering terasa berat untuk memberi dan berbagi, meskipun hanya secuil dari limpahan nikmat Allah dari harta benda yang kita punya.
Hati pun terasa berat untuk memantapkan niat mendorong diri menyisihkan sedikit demi sedikit rezeki supaya dapat berqurban di hari ‘Id Adha atau agar bisa menabung untuk umroh dan haji pada suatu saat kelak.
Padahal, semua itu adalah ibadah-ibadah yang mengandung banyak pahala dan keutamaan. Semua itu juga adalah amal-amal saleh yang menjadi jalan di antara wasilah-wasilah menuju surga yang Allah janjikan. Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di banyak kesempatan juga menyampaikan banyak fadilah-fadilah dari amalan-amalan saleh baik wajib maupun sunah, di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ
“Lima salat yang telah Allah Ta’ala wajibkan kepada para hamba-Nya. Siapa saja yang mendirikannya dan tidak menyia-nyiakan sedikit pun darinya karena meremehkan haknya, maka dia memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala bahwa Ia akan memasukkannya ke dalam surga. Sedangkan siapa saja yang tidak mendirikannya, maka dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala. Jika Allah menghendaki, Dia akan menyiksanya. Dan jika Allah menghendaki, Allah akan memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Iman dan Beratnya Ibadah
Semua kita tentu mengaku beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita meyakini segala isi kandungan Al-Qur’an dan hadis-hadis sahih Rasulullah berdasarkan pemahaman salafus shalih adalah benar. Tak ada keraguan.
Lantas, apakah gerangan yang menjadikan semua perintah Allah itu terasa berat?
Jawabannya adalah iman. Ya, sebagaimana sebuah ungkapan salafus shalih yang kita kenal yaitu,
أن الإيمان يزيد وينقص: يزيد بالطاعة، وينقص بالمعصية
“Bahwasanya iman itu dapat bertambah dan berkurang. Bertambah karena ketaatan, dan berkurang karena kemaksiatan.”
Jika ditelisik lebih jauh, pengetahuan tentang hakikat penciptaan jin dan manusia (yaitu untuk menyembah Allah Ta’ala) telah banyak diketahui oleh manusia sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Namun, tetap saja hakikat itu terlupakan atau sengaja dilupakan. Sehingga, alasan “Imanku sedang turun” sering dijadikan tameng setiap kali dirundung kemalasan dalam melaksanakan ibadah.
Sayangnya, kemalasan itu bahkan selalu menghinggapi diri yang kemudian dapat ditunggangi setan untuk selalu beralibi “yanqus” karena enggan melaksanakan ibadah.
Oleh karenanya, sudah semestinya kita menyadari betapa pentingnya menjaga keimanan kita agar tetap “yazdad“. Penting pula bagi kita untuk menjaga semangat dalam melaksanakan ibadah dalam rangka menggapai rida Allah untuk mendapatkan surganya.
Iman Terjaga, Ibadah Mudah Terlaksana
Ada 3 (tiga) hal yang kiranya dengannya kita dapat menjaga iman agar senantiasa mudah untuk melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunah. Agar dapat menjadikan rangkaian ibadah tersebut sebagai momen yang dinanti-nantikan. Serta, agar memiliki semangat yang tinggi menanti momen itu tiba.
Pertama, mengetahui keutamaan suatu amal
Sebagaimana kita bekerja yang menginginkan upah atau pun bersekolah dengan mengharap ilmu dan pendidikan, begitu pula seharusnya dalam beribadah. Kita mengharapkan rida Allah Ta’ala dan surga-Nya. Kita pun berusaha untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka.
Mengerjakan amalan-amalan saleh karena Allah menyebut orang yang beramal saleh sebagai sebaik-baik makhluk. Allah menjanjikan kepada hamba-hamba-Nya yang saleh dengan surga yang nikmatnya tiada tara. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلاَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada tuhan-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 7-8)
Lebih rinci, kita pun dapat membekali diri dengan ilmu tentang keutaman apa saja yang kita dapatkan dari suatu amalan ibadah yang kita lakukan. Salat wajib, salat duha, salat tahajud, salat rawatib, dan berbagai jenis ibadah salat berikut dengan fadilah (keutamaan) yang akan kita peroleh jika melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan sesuai dengan tata cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Begitu pula dengan ibadah-ibadah lain seperti puasa, zakat, haji, qurban, zikir, dan berbagai ibadah wajib dan sunah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.