Clara yang memang tidak bisa diam, kemudian bertanya pada Aileen, “Ai, kenapa sih? Diem terus, ngantuk? Ngga betah banget, diem gini.” Aileen mengeluarkan handphone-nya dari bawah meja, dilihat jarinya mencari aplikasi kalender.
Clara merasa aneh, “Apa yang bakal dia lakuin sih?” batinnya. Jari Aileen kemudian memencet sebuah tanggal pada kalender tersebut, dan muncullah sebuah tulisan ‘5 November 2018 ambil rapot PAS’
Clara diam tak berkutik, seakan paham keadaan hati Aileen saat ini. Maka dari itu ia berusaha menghibur Aileen, “Eh, ayo ke kantin! Istirahat gini bukannya ke kantin, malah molor di kelas,” ajak Clara, sembari menggotong tubuh Aileen yang malas untuk pergi ke mana-mana.
Clara mengajak Aileen pergi ke kantin bukan karena bosan di dalam kelas, melainkan ia tahu bahwa Aileen sangat suka makan ataupun nyemil.
Sesampainya di kantin, Clara menasehatinya, “Udahlah ngapain sih mikirin nilai? Kamu udah pinter banget, Ya Tuhan. Apa enggak capek belajar terus? Enggak usah dipikirin, yang penting kamu udah ngelakuin yang terbaik. Ayo makan! Kali ini tak traktir bakso.”
Hanya dengan beberapa kalimat yang dilontarkan Clara, Aileen sudah kembali ceria. Aneh, tapi begitulah mereka.
Tak terasa kalender menunjukkan Senin, 5 November 2018. Sekolah Menengah Pertama Unggul 1, usai melaksanakan Penilaian Akhir Semester.
Waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB, Clarissa mendatangi sekolah putri semata wayangnya itu. Di perjalanan, Clarissa memberi semangat, “Aileen, semangat! Semoga nilaimu memuaskan.”
Aileen tidak berkutik, ia takut nilainya rendah. Meski tidak dituntut harus mendapat nilai yang tinggi, tetapi ia merasa harus menjadi yang terbaik. Aileen tidak ingin orang tuanya sedih, ia hanya ingin orang tuanya bangga memiliki putri seperti dirinya.
Mobil sudah sampai di pintu gerbang sekolah. Mereka berdua segera berjalan menuju kelas IX B. tak butuh waktu yang lama, “Aileen Nayanika,” panggil Bu Tika. Clarissa merasa nama putrinya dipanggil, segera melangkahkan kaki menuju meja yang telah disediakan.
Pukul 08.29 WIB, Clarissa beserta Aileen tepat bersimpuh pada kursi mobil. “Wow keren banget ini! Anak Ibu bisa dapet rank satu di kelas!” kagum Ibu Aileen. Aileen yang mendengar itu, sangat senang. Terlihat jelas senyum indah di wajahnya, ia tak menyangka usahanya tidak sia-sia. Tetapi, Aileen masih kurang puas dengan hasil yang diterimanya.
“Alhamdulillah, Bu. Tapi aku belum masuk ke ranking parallel, aku pinginnya masuk ke parallel juga kayak temen-temen. Usaha yang aku lakuin udah maksimal, tapi kenapa cuman rank satu?” ucap Aileen seolah tak terima.
Clarissa yang mendengar perkataan putrinya pun segera menasehati, “Aileen, Ibu tau kamu pingin nilai yang terbaik. Tapi, kalau hasilnya enggak sesuai sama ekspektasi kamu, enggak apa-apa.
Mungkin belum rezeki, atau perlu digiatkan lagi belajarnya. Aileen udah kasih yang terbaik kan? Ini hasilnya udah bagus banget lo. Banyak yang mau kayak kamu, dapet ranking satu. Jangan selalu lihat ke atas ya, Aileen. Sekali-kali coba lihat ke bawah, banyak hal yang harus kamu syukuri. Ibu bangga kok sama kamu.”
Tanpa disadari, selama ini Aileen terlalu menuntut dirinya sendiri untuk selalu menjadi yang terbaik. Clarissa segera meraih Aileen ke dalam dekapannya. “Udah lama banget ngga peluk Ibu kayak gini,” batin Aileen.