FAJARPENDIDIKAN.co.id-Seorang guru SDN Batu Putih Laok 3 di Sumenep mendatangi rumah siswanya yang tidak punya smartphone. Itu ia lakukan agar siswanya tetap bisa belajar di tengah wabah Corona.
Wabah Corona telah membuat siswa dialihkan untuk belajar dari rumah secara online. Kenyataan itu menjadi masalah bagi siswa yang tidak punya smartphone. Baik untuk berkomunikasi maupun mengakses tugas harian yang diberikan gurunya.
Avan Fathurrahman (39) seorang guru merasa miris melihat anak didiknya tidak bisa belajar secara online karena tidak memiliki smartphone apalagi laptop. Bahkan ia mendengar ada wali murid yang mencari pinjaman uang untuk membelikan anaknya smartphone.
“Awalnya saya dilematis karena edaran pemerintah kita harus belajar secara online dari rumah. Sedangkan siswanya tidak memiliki smartphone apalagi laptop,” kata Avan, Senin (20/4/2020) dikupip dari kompascom.
Akhirnya ia memberanikan diri izin ke kepala sekolah untuk mendatangi atau mengajar siswanya yang tidak memiliki smartphone. Terlebih saat menelepon beberapa siswanya, banyak yang tidak bisa dihubungi.
“Saya berinisiatif minta izin ke kepala sekolah. Setelah saya datangi mereka, siswa senang orang tuanya juga sangat senang. Bahkan ada yang bilang kalau bisa tiap hari aja Pak, kata salah satu wali murid,” terang Avan.
Avan berstatus ASN dan sudah mengajar sejak 2015 di SDN Batu Putih Laok 3. Setiap hari ia berangkat pagi dari rumahnya di Kota Sumenep dengan menempuh perjalanan sekitar 20 km ke sekolahnya di Desa Batu Putih Laok.
Tidak semua rumah siswanya bisa ditempuh dengan sepeda motor. Karena daerah persawahan, sehingga ia harus jalan kaki bahkan melepas sepatu saat hujan.
Ia juga mengaku sering terjebak hujan hingga berjam-jam di rumah muridnya. Sehingga sehari tidak semua siswanya dapat dilayani dan harus digilir keesokan harinya.
Ternyata saya belum jadi guru yang baik.
Sudah beberapa minggu saya berada dalam posisi yang dilematis. Bukan masalah rindu. Tapi tentang imbauan Mas Mentri, agar bekerja dari rumah. Ini jelas tidak bisa saya lakukan, karena murid saya tidak punya sarana untuk belajar dari rumah. Mereka tidak punya smartphone, juga tidak punya laptop. Jikapun misalnya punya, dana untuk beli kuota internet akan membebani wali murid.
Beberapa minggu yang lalu, ada salah seorang wali murid yang bilang ke saya, bahwa akan mencari pinjaman uang untuk membeli smartphone. Karena mendengar kabar bahwa rata-rata, anak-anak harus belajar dari HP cerdas. Saya terkejut mendengar penuturannya. Lalu pelan-pelan saya bicara. Saya melarangnya. Saya memberikan pemahaman bahwa belajar di rumah, tidak harus lewat HP. Siswa bisa belajar dari buku-buku paket yang sudah dipinjami dari sekolah. Saya bilang, bahwa sayalah yang akan berkeliling ke rumah-rumah siswa untuk mengajari.
Lega.
Ada raut kegembiraan di wajahnya.
Jadi, di masa pandemik ini, saya memang harus keliling ke rumah-rumah siswa, setidaknya 3 kali dalam seminggu. Medan yang saya tempuh juga lumayan jauh. Selain jarak antar rumah siswa memang jauh, jalan menuju ke masing-masing rumah siswa bisa dibilang kurang bagus. Bahkan jika hujan, saya harus jalan kaki ke salah satu rumah siswa.
Saya sadar ini melanggar imbauan pemerintah agar tetap bekerja dari rumah. Tapi mau gimana lagi? Membiarkan siswa belajar sendiri di rumah tanpa saya pantau, jelas saya kurang sreg. Bukan tidak percaya pada orang tua mereka. Tapi saya tahu, bahwa sekarang mereka sibuk. Ini masa panen padi.
Setiap hari orang tua siswa itu harus bekerja ke sawah. Ikut gotong-royong panen padi dari tetangga yang satu ke tetangga yang lain. Kebiasaan ini mereka bilang “otosan”. Jadi anak-anak harus belajar sendiri. Malam, mereka ke langgar. Maka sayalah yang harus hadir untuk mendampingi mereka begiliran meski sebentar. Menjelaskan materi, Memberikan petunjuk tugas, mengoreksi tugas yang diberikan sebelumnya, termasuk memberikan apresiasi pada pekerjaan mereka.
Saat TVRI menyediakan tayangan edukasi untuk siswa, saya sedikit lega. Kemudian dengan penuh semangat, saya menjelaskan pada siswa dan orang tuanya untuk mengikuti pelajaran di TVRI itu. Ini akan membantu, pikir saya. Tapi, lagi-lagi saya harus menelan ludah. 3 dari 5 siswa saya tidak punya Televisi di rumahnya. Dan saya tidak melanjutkan kampanye nonton TV pada siswa yang lain. Biarlah.
Oh iya. Awalnya saya tidak foto-foto setiap ke rumah siswa. Tapi, kemudian pengawas sekolah meminta pertanggungjawaban. Guru harus membuat laporan bekerja dari rumah. Disertai foto tugas siswa. Nah… Ini… Jadi saya harus banyak-banyak foto. Foto diri, foto dengan siswa, foto hasil pekerjaan siswa, juga foto pencitraan yang lain.
Bagi guru yang bisa bekerja dari rumah. Mengajari siswa secara virtual, dan menerima kiriman fail atau foto tugas siswa lewat WA, atau aplikasi lain, memang kelihatannya nyaman. Benar-benar bisa bekerja dari rumah.
Lah saya?
Saya harus melanggar imbauan pemerintah. Jadi jelas, saya belum menjadi guru yang baik. Tidak memberikan contoh yang baik bagi siswa karena melanggar imbauan pemerintah. Saya bukan tidak takut corona. Takut juga. Tapi gimana lagi?
Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari wabah penyakit, termasuk covid-19. Amin..