20 Agustus 2000, di desa Jounju, Korea selatan.
Hujan deras menghujani desa Jeonju. Di seberang jalan, seorang perempuan berumur 30-an menggunakan jas hujan hitam berjalan menyeberangi jalan menuju ke rumah yang ia kenal. Yaitu rumah sahabat dekatnya sejak SMA. Ia berharap temannya bisa membantunya untuk bisa menjaganya apa yang ia berikan kepadanya .
Tok tok tok
Suara ketokan pintu rumahnya. Sesekali kali ia menengok ke belakang untuk memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Terdengar ada orang yang mendekat di balik pintu .
“Siapa ya kamu?” Tanya seorang perempuan yang sebaya beriringan dengan mengintip dari bulatan kecil untuk memastikanya.
“Ini aku, Ah-in, sahabatmu,” jawabnya dengan nada biasa, tetapi sesungguhnya ia mempunyai rasa ketakutan.
Mendengar jawaban dan suara khas dari sahabatnya, ia langsung membuka pintu. Ia sedikit kaget dengan kondisi si Ah-in itu.
“Ya ampun, kenapa kamu kehujanan dengan seperti ini? Masuklah, aku akan membuat teh untuk menghangatkan badan kamu,” katanya berbalik badan menuju ke dalam, tetapi terhenti karena dicegah oleh Ah-in.
“Aku sedang buru-buru, kawan. Aku ke sini hanya memberikan amanah untukmu dariku. Tolong jaga bayiku dengan baik,” jawabnya membuat sahabatnya berbalik badan lagi.
Ah-in memberikan bayi perempuan mungil yang ia tutup oleh jas hujan hitam beserta tas bayi yang berisikan perlengkapan lengkap untuk bayi. Sontak sahabatnya kaget apa yang ia berikan. Ah-in langsung berbalik badan dengan niat pergi, tetapi terhalang oleh kata-kata dari sahabatnya itu.
“Kamu langsung pergi begitu aja tanpa surat, Ah-in?” Tanyanya .
“Didalam tas itu sudah ada surat wasiat dariku untukmu dan untuk anakku nanti. Aku pamit dulu ya,” jawabnya sambil meninggalkannya dengan cepat.
Dari jauh, terlihat sekelompok orang bertopeng menggunakan mantel bening sedang mengamati mereka berdua lakukan.
“Are you sure she can join us?” Tanya salah satu dari kelompok itu menggunakan bahasa Inggris.
“Yes I believe in him, predict he will have a big impact on this organization,” jawab perempuan dengan tersenyum dengan nada yakin.
“What country will you target after South Korea?” Tanya temen disebelahnya.
“Indonesian, wait ten more years to prepare thoroughly,” jawab perempuan itu sambil berbalik, lalu menghilang.
“Yes, madam,” jawab mereka dengan sopan, lalu mereka menghilang kemudian.